London, 25 April 2021 — Indonesia diperkirakan akan mengalami kekurangan Sumber Daya
Manusia (SDM) sebanyak 3,8 juta pada tahun 2030. Untuk mendorong perkembangan SDM
Indonesia, Global Indonesian Professionals Association (GIPA), sebuah asosiasi non-profit
untuk kalangan profesional dan eksekutif Indonesia yang bekerja di mancanegara,
mengadakan forum Going Global Series: Career Blueprints in Creative Design and
Architecture. “GIPA ingin meningkatkan jumlah mahasiswa yang transisi menjadi profesional,
dan profesional yang transisi menjadi eksekutif. Dalam forum ini, GIPA mengundang
eksekutif Indonesia yang bekerja di luar negeri, yang berminat berkontribusi ke Indonesia,”
ujar Arcky Meraxa, Ph.D., Kepala Professional Development serta Kepala Kawasan Amerika
di GIPA sebagai kata sambutan.
Forum ini bertepatan dengan tahun 2021 sebagai Tahun Ekonomi Kreatif Internasional untuk
Pembangunan Berkelanjutan, sesuai yang ditetapkan oleh PBB pada 2019. Indonesia
adalah sponsor utama proposal tersebut dalam kelompok negara Australia, Tiongkok, India,
Indonesia, Mongolia, Filipina, dan Thailand. Penetapan tahuinternasional ini diharapkan
akan mendorong inovasi serta mempromosikan pertumbuhan ekonomi kreatif yang lestari
dan inklusif.
Rangkaian acara Going Global Series diselenggarakan oleh GIPA setiap tahun, guna
menghubungkan profesional dan eksekutif mancanegara dengan mahasiswa serta
profesional muda Indonesia. Forum ini memfasilitasi diskusi tentang cara memulai karir
global dari 3 eksekutif Indonesia di bidang arsitektur dan desain, yang telah menempuh karir
di Amerika Serikat, Australia, dan Hong Kong. Acara ini juga didukung oleh Indonesian
Professionals Association (IPA) USA, dan disaksikan oleh 140 mahasiswa dan profesional
muda yang berdomisili di 16 negara. Melalui acara ini, GIPA membuka peluang bagi
mahasiswa dan profesional untuk berinteraksi dengan ketiga eksekutif tersebut.
Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Prof. Nizam,
memberikan keynote remarks dengan menyoroti pentingnya seni desain dan arsitektur bagi
perekonomian milenial negara. “Startup Indonesia yang berdasarkan kreativitas dan
ekonomi digital unggul dari negara-negara seperti Jerman, Prancis, dan Brasil. Ini
menunjukkan kreativitas bangsa yang luar biasa,” tuturnya. “Kami ingin mengembangkan
kreativitas bangsa Indonesia, dan berharap kreativitas bangsa di luar negeri dapat
memperkaya budaya dan keragaman pelajar Indonesia.”
Ia menekankan pentingnya pemuda bangsa untuk berkarya di bidang kreatif. “Keragaman
adalah DNA Indonesia, dari makanan hingga tradisi. Kita berada di era produksi massal.
Kreativitas, individualitas dan kustomisasi sedang sangat diperlukan. Kreativitas telah
mendongkrak perekonomian Indonesia. Kami harap kami dapat bekerja sama dengan GIPA
dalam membuka potensi kreatif generasi milenial.”
John Kudos, Managing Partner di KUDOS Design Collaboratory, Amerika Serikat, merujuk
kepada era digital kini sebagai waktu dimana kreatifitas desain dapat lebih berkembang.
“Inilah saatnya menciptakan desain-desain baru yang akan membawa kita ke masa depan,”
katanya. Ia menekankan bahwa kunci kesuksesan dalam bidang desain adalah membangun
keterampilan teknis. Setelah bekerja di Pentagram New York selama 7 tahun, ia
membangun KUDOS Design Collaboratory pada tahun 2008. “Dalam bidang kreatif, bekerja
9 to 5 tidak cukup, Anda harus memiliki semangat untuk selalu bekerja. Bersemangatlah
tentang apapun yang kalian lakukan,” katanya. “Visi juga penting. Jika Anda desainer muda
yang mencari pengalaman, Anda juga harus memikirkan tujuan jangka panjang.”
Griffen Lim, seorang Partner dan Desainer di Make Architects, Hong Kong, telah berkarir di
Australia, Inggris dan Hongkong sejak 1998. Ia berkata bahwa jaringan dan sikap kerja yang
keras membantu kesuksesannya. “Soft skills sangat penting. Banyak desainer muda fokus
kepada portofolio, tapi berdasarkan pengalaman saya, perekrutan tentang kepribadian dan
culture fit. Anda mungkin memiliki keterampilan teknis yang hebat, tetapi jika Anda bisa
bekerja keras, itu lebih merupakan nilai jual yang mahal. Kepribadian akan sanat terlihat
dalam wawancara,” katanya.
Adrian Emanuel yang saat ini bekerja sebaga
i Arsitek di Dialog, Amerika Serikat memiliki
pengalaman di Perkins + Will di Tiongkok, BIG di Belanda, dan OMA di Amerika Serikat. Ia
berkata bahwa pengertian terhadap budaya asing sangat penting dalam memulai karir
global. “Tidak memiliki ego yang besar itu penting, ingin bertanya sangat bagus,” katanya.
Setelah meluncurkan karirnya dari Indonesia ke Tiongkok, ia sempat mengalami culture
shock. “Saya belajar bahwa keterampilan yang dicari dari seorang desainer tergantung
budaya perusahaan. Di Indonesia, mereka mencari generalist. Di Amerika Serikat, mereka
akan mencari keahlian perangkat lunak, dan kemampuan untuk berbicara dengan klien.
Anda memiliki kurva belajar yang lebih cepat di Indonesia. Di perusahaan asing, Anda
memiliki kurva belajar yang lebih lambat karena proyek yang lebih besar, terutama proyek
internasional.”
Ketiga perspektif ini disambut dengan hangat dari peserta forum yang berinteraksi dalam
sesi tanya jawab. Dengan forum ini, GIPA berharap untuk dapat terus mendukung
perkembangan sumber daya alam manusia di Indonesia untuk meraih perkembangan
ekonomi kelas dunia.
Narahubung:
Kezia Kho, Public Relations and Media Officer
● Phone/WhatsApp: +6281283942688
● Email: [email protected]