London, 30 Maret 2021 – Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Dr. Wimboh Santoso, memberikan pidato kunci tentang pentingnya perkembangan keuangan berkelanjutan serta sektor fintech di Tanah Air, dalam forum UK-Indonesia Financial Services Dialogue 2021 yang diselenggarakan oleh Global Indonesia Professionals Association (GIPA).
Acara ini, yang mulanya dijadwalkan berlangsung di London, Inggris, dihadiri secara virtual oleh 80 investor eksekutif dan direksi dari berbagai perusahaan keuangan Inggris, dan bekerja sama degan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Indonesia serta Kedutaan Besar Inggris di Jakarta. Acara tahunan ini juga didukung oleh HSBC, DDCAP, Standard Chartered Bank (SCB), Accenture, KBRI London, YIPA UK, BritCham Indonesia, dan International Capital Market Association (ICMA).
Dalam forum ini, Wimboh mengajak pemain kunci sektor keuangan Inggris untuk meningkatkan peran mereka dalam mendorong keuangan berkelanjutan di Tanah Air, sesuai yang tertuang pada Roadmap Keuangan Berkelanjutan Tahap II (2021-2025) yang diluncurkan oleh OJK pada Januari lalu. Roadmap tersebut memberikan arahan agar sektor keuangan Inggris dapat meningkatkan kontribusi dalam pemulihan ekonomi Indonesia secara hijau dan berkelanjutan.
Dalam pidato kuncinya, Wimboh membuka dengan proyeksi optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia. Menurut OECD pada Maret 2021, pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di angka positif 4.9% di 2021, yaitu naik dari angka 4.0% pada Desember 2020.
Momentum pemulihan ekonomi ini dapat dipercepat dengan peningkatan aktivitas pemain keuangan berkelanjutan. Tahun ini, ada 5 bank baru yang mengikuti 8 “First Movers” yang telah masuk ke dalam Inisiatif Keuangan Berkelanjutan Indonesia (IKBI). Pemerintah Indonesia pun telah menjadi pionir pertama di dunia untuk menerbitkan USD 2,75 miliar Sovereign Global Green Sukuk sejak 2018-2020. OJK juga mencatat pencapaian green loan di Indonesia pada tahun 2020 sebanyak di USD 55,9 miliar, dan blended finance sebanyak USD 2,5 miliar.
Sam Myers, Komisioner Dagang Inggris untuk Asia Pasifik, juga hadir menyampaikan bahwa Inggris memiliki berbagai keahlian yang dapat membantu mendorong perkembangan keuangan berkelanjutan, teknologi finansial serta keuangan syariah di Indonesia.
Sam membahas the UK Integrated Review 2021 yang belum lama ini diterbitkan oleh pemerintah Inggris, serta Joint Trade Review (JTR) antara Inggris dan Indonesia yang akan segera diselesaikan dalam waktu dekat. Mengingat peran Indonesia yang semakin penting di kawasan Indo-Pasifik, Inggris berkomitmen untuk meningkatkan kerjasama di berbagai sektor, termasuk diantaranya layanan keuangan serta inovasi digital.
Ia menambahkan bahwa kawasan Asia Tenggara telah menarik banyak perusahaan fintech asal Inggris, salah satunya adalah Wise (dahulu bernama TransferWise) yang berhasil masuk dan berinvestasi ke Indonesia. Pemerintah Inggris berharap akan ada lebih banyak lagi perusahaan fintech asal Inggris yang dapat menjalin kemitraan bisnis yang sukses dan berkelanjutan di Indonesia, serta berkontribusi positif terhadap pertumbuhan ekonomi lokal.
Dr. Wimboh lalu membahas ekosistem fintech yang cukup baik di Indonesia. Seiring dengan perkembangan fintech dan platform e-commerce, masyarakat di pedesaan pun dapat mengakses layanan perbankan serta jual beli, dan kecenderungan ini bahkan semakin diakselerasi dalam pandemi COVID-19. OJK mencatat pada saat ini, ada 271 perusahaan fintech Indonesia yang sudah diotorisasi, dengan 54% di kategori P2P lending; 31% di kategori Digital Financial Innovation; 13% di Fintech Payment; dan 1% di kategori Equity Crowdfunding. Dalam blueprint MPSJKI 2021-2025, OJK juga menaruh perkembangan fintech transformasi digital serta sebagai strategi yang sangat penting, yakni satu di antara tiga pilar di MPSJKI.
Beberapa hal utama pada roadmap OJK yang kembali ia soroti antara lain:
(1) tujuh komponen ekosistem untuk keuangan berkelanjutan di Indonesia – awareness, sumber daya manusia, dukungan non-pemerintah, koordinasi kementerian dan lembaga, infrastruktur pasar, produk, dan kebijakan.
(2) lima prioritas untuk membangun keuangan berkelanjutan di Indonesia – green taxonomy (taksonomi hijau), implementasi ESG, pembangunan program, invoasi produk, dan kampanye nasional untuk keuangan berkelanjutan.
Menurut Wimboh, salah satu poin yang tersulit dari roadmap tersebut adalah mendukung green taxanomy di Indonesia. Ia berharap kedepannya akan ada sinergi lebih besar dalam pembangunan infrastruktur di Indonesia.
Forum diakhiri dengan Wimboh yang memberikan apresiasi terhadap GIPA, yang telah menjalin kerja sama menyelenggarakan acara ini sejak tahun 2018. Katanya, “Forum ini sangat tepat waktu, agar OJK dapat membagi arahan terbaru berdasarkan Sustainable Finance Roadmap 2021-2025, dengan harapan bahwa SDG Financing Gap di Indonesia bisa terpenuhi di angka USD 210 miliar tahun ini, dan akan naik ke angka USD 337 miliar pada tahun 2024.”
Dialog dalam forum UK-Indonesia Financial Services Dialogue 2021 juga didukung beberapa perspektif dari (i) Matthew Lobner selaku Presiden Komisaris HSBC Indonesia dan Ketua Grup Internasional, wilayah Asia Pasifik; (ii) Stella Cox CBE selaku Direktur Utama DDCAP Group; dan (iii) Donny Donosepoetro selaku Presiden Komisaris SCB Indonesia, Wakil Ketua untuk ASEAN di SCB Group, serta Wakil Ketua BritCham Indonesia.
Narahubung:
Kezia Kho, Public Relations and Media Officer